Memaknai Kader Paripurna

Chan
10 min readJun 9, 2023

Untuk teman-teman Kalimantan Timur
dan semua kebaikan yang telah kalian bagikan,

How It Started

Kala itu aku dikabari oleh kabidku, Mas Nabhan, bahwa teman-teman di Kalimantan Timur hendak mengadakan Pelatihan Kader Madya Taruna Melati 3 (PKMTM 3) pada awal Juni dan mereka membutuhkan Master of Training (MoT) dari Pusat.

Responku sederhana. Hanya “oke.”

Aku sering menjadi fasilitator di beberapa forum, tetapi tidak pernah mengemban peran sebagai MoT-nya. Ada teman-teman lain yang lebih berpengalaman menjadi MoT jika dibandingkan denganku, tetapi di antara semuanya memang aku-lah yang paling luang. Siap tidak siap memang ini konsekuensi yang perlu kuemban ketika memilih bergabung menjadi Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah (PP IPM).

Meskipun responku terbilang kalem, hatiku jadi dagdigdug mendekati hari H.

“Duh, bisa ngga ya?” tanya bagian dari diriku yang selalu penuh dengan cemas dan tanya. Sedangkan bagian diriku yang lain — yang sudah terbiasa jatuh bangun bolak-balik RS selama kurang lebih setengah tahun ke belakang — dengan percaya dirinya berkata, “Bisa lah, Nurma. Masa gini aja ngga bisa? This is nothing compared with what you’ve been through. You’ve been through worse!”

Aku pun mencoba menjadi tenang. Menjadi Stoa, kata orang-orang. Kucoba untuk fokus mengusahakan apa yang aku mampu.

Sampai akhirnya hari yang ditunggu-tunggu pun tiba.

Kalimantan Timur in The Flesh

Aku tiba di Bandara Udara Internasional Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan pada Rabu, 30 Mei.

Aku disambut secara langsung oleh Ketua Umum Pimpinan Wilayah Ikatan Pelajar Muhammadiyah Kalimantan Timur (PW IPM Kaltim), Kak Indra Wijaya. Tidak sendirian, Kak Indra ditemani dengan Bendahara Umumnya, Kak Izzah. Bersama dengan beberapa peserta, Tika dari Balikpapan, Kak Ridho, Kak Macheda, dan Irul dari Gowa, kami pun berangkat bersama menuju arena perkaderan di Bontang.

Perjalanan dari Balikpapan menuju Bontang cukup panjang.

Seperti biasa, sebelum pergi kemanapun aku selalu melakukan riset kecil-kecilan. Kulihat di Google Maps estimasi perjalanan dari bandara di Balikpapan menuju Bontang sekitar 5 jam. Terbiasa mudik dari Bali ke Semarang yang bisa menghabiskan waktu seharian membuatku biasa-biasa saja mengetahui ini.

Yang membuatku terkesan adalah fakta bahwa Kalimantan luas banget, cuy!

Seingatku teman-teman di Kaltim memiliki 9 Pimpinan Daerah (PD). Perjalanan dari Samarinda ke daerah-daerah ini bervariasi, mulai dari 1–2 jam sampai 12–16 jam. Itu masih satu provinsi! Perhitungan ini belum termasuk padatnya lalu lintas dan kondisi jalanan yang tidak selalu mulus, akomodasi transportasi darat, laut atau udara yang perlu digunakan, dan sebagainya. Demi Allah aku ngga bisa membayangkan betapa kuatnya teman-teman di sini…

Setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih enam jam, rombongan kami pun sampai di arena perkaderan pada tengah malam.

How It Went

Keesokan harinya, pelatihan pun dimulai.

Peserta pelatihan terdiri dari 23 orang dengan rentang pendidikan mulai dari kelas 10 SMA/K hingga lulus kuliah. 15 orang laki-laki dan 8 orang perempuan. 4 orang dari Bontang, 8 orang dari Samarinda, 2 orang dari Kutai Kartanegara, 2 orang dari Paser, 1 orang dari Balikpapan, 1 orang dari Penajam Paser Utara, 2 orang dari Tarakan, dan 3 orang dari Gowa, Sulawesi Selatan.

Hari pertama terdiri dari orientasi dan kontrak belajar, penyampaian materi, dan FGD. Hari kedua dan ketiga terdiri dari penyampaian materi dan diskusi. Hari keempat berisi penyampaian materi, praktek lapangan, diskusi, dan Rancangan Kerja Tindak Lanjut (RKTL). Setiap harinya diawali dengan sesi kajian ayat dan kultum serta refleksi, lalu ditutup dengan sesi Hero of The Day.

Sama seperti pelatihan pada umumnya, ketika agenda hari tersebut selesai, kami para fasilitator pun rapat mengenai observasi terhadap peserta selama kegiatan berlangsung dan rencana untuk agenda di hari esok.

Aku melihat pelatihan perkaderan sebagai organisme kehidupan. Dengan menyingkirkan ekspektasi dan membesarkan harapan, fasilitator mencoba merawat forum dan pesertanya agar setiap hari keduanya dapat bertumbuh dan berkembang. Sekecil apapun, seberapa lama pun waktu yang dibutuhkan, semua bentuk pertumbuhan dan perkembangan adalah hal yang bermakna.

Meskipun tentu saja, pada praktiknya banyak yang belum dapat kami maksimalkan dan luput dari jangkauan kami. Tanpa melupakan akar kekurangannya, kami mencoba untuk tetap fokus pada apa yang saat itu masih dapat kami perbaiki dan usahakan.

But still, sepositif apapun mindset yang Nurma punya, Nurma tetaplah Nurma yang selalu cemas bahwa ia tidak akan pernah cukup.

MoT and Her Anxiety

Dari hari pertama hingga hari terakhir, pikiranku tidak pernah sepi dari pertanyaan.

Have I done enough?

Sudahkah aku memberikan yang terbaik?

Sejujurnya banyak hal yang kupertanyakan dan kusesali.

Saat pembukaan misalnya, kupikir aku harusnya tidak menyebutkan bahwa ini adalah momen pertamaku debut menjadi MoT TM 3. Bagaimana kalau itu mengecewakan teman-teman Kaltim dan peserta? Bagaimana kalau kenyataan bahwa aku masih pemula menjatuhkan kepercayaan yang teman-teman berikan kepadaku? Saat berdiri di atas mimbar dan melihat orang-orang yang menghadiri pembukaan, di sudut benakku aku pikir bisa saja ada orang yang lebih baik dariku dan bisa menggantikan posisiku. It doesn’t have to be me considering my lack of experience and knowledge.

Hal yang sama kurasakan jauh sebelum kegiatan dilaksanakan dan semakin menjadi selama kegiatan berlangsung. Aku selalu takut aku tidak mampu memerankan peran MoT dengan baik setiap rapat fasilitator diadakan. Aku tidak banyak tahu tentang kultur perkaderan di Kalimantan Timur dan aku juga tidak ingin menjadi otoriter dengan menentukan segalanya sesuai dengan kemauanku, oleh karena itu aku banyak bertanya. Namun, aku takut sikapku ini justru menjadi kelemahanku karena tidak tegas. Akan tetapi kalau aku tidak bertanya, aku takut justru malah semakin banyak hal yang luput kuusahakan.

Contoh lainnya saat bersama peserta. Aku cemas aku tidak mampu memfasilitasi teman-teman peserta. Kalau aku seperti ini, apakah aku sudah cukup enerjik untuk membangkitkan semangat peserta? Bagaimana aku mampu menghidupkan energi pelatihan? Bagaimana jika aku terlalu longgar dan tidak cukup tegas untuk memandu forum? Bagaimana aku bisa mendampingi semua peserta dan membantu mereka tumbuh dan berkembang?

Aku takut aku hanya mampu menghadirkan pelatihan yang menyenangkan tapi nihil makna.

Finding Meaning

Terus terang, selain yang sudah kutuliskan pada bagian sebelumnya, masih banyak hal yang kucemaskan. Akan tetapi, aku tidak ingin pengalamanku di PKMTM 3 Kaltim berputar pada kecemasan, kecemasan, dan kecemasan saja. Aku tidak ingin perjalananku berhenti pada pertanyaan dan penyesalan saja.

Oleh karena itu, aku pun bertanya pada diriku sendiri.

Apa makna yang bisa kuambil dari kesempatan ini?

Proses memaknai ini kuawali dengan mengingat pertanyaan yang pernah kusampaikan ke Mas Nabhan pada tahun 2021.

“Mas, kok ada ya orang yang memikirkan IPM sampai segitunya?”

Lucu bagaimana dua tahun berlalu dan Nurma kini menjadi orang itu.

Aku ingat betul bagaimana aku dengan gigih menolak ajakan Mas Nabhan dan teman-temanku yang lain untuk bergabung ke Pimpinan Pusat. Selama satu tahun penuh aku melarikan diri. Bahkan setelah mengikuti puncak perkaderan di IPM alias Pelatihan Kader Paripurna Taruna Melati Utama (PKPTMU) pun niatku menyudahi perjalanan di organisasi malah semakin menjadi. Pelarianku berhenti di bulan November 2022 ketika pada akhirnya aku mengiyakan desakan Mas Nabhan di sebuah coffee shop di bilangan Menteng.

Sebulan-dua bulan menjadi anggota Pimpinan Pusat, kehidupanku tidak banyak berubah. Jauh sebelum mengikuti TMU di awal 2022, aku sudah bergabung dengan Tim Kerja Kopdarnas Perkaderan PP IPM. Sejak September, aku juga aktif terlibat menjadi Tim Penyusun SPI bersama Perkaderan PP IPM dan teman-teman dari wilayah lain. Dua bulan pertamaku menjadi Pimpinan Pusat tidak jauh berbeda dari bulan-bulan sebelumnya.

Di bulan ketiga, aku mulai sibuk dengan diskursus perubahan SPI bersama teman-teman yang lain. Bulan keempat, aku mampir mendampingi Pelatihan Kader Muda Taruna Melati 2 (PKMTM 2) IPM Tangerang Selatan di Ciputat. Meskipun waktu yang kuhabiskan di sana terbilang singkat, tetapi di saat itulah aku merasa pulang.

Ada sesuatu dalam pelatihan perkaderan yang membuatku merasa hidup.

Ibarat lilin, PKMTM 3 Kaltim berhasil menyalakan kembali apiku yang sempat redup.

Sejak Muktamar 2016 di Samarinda, aku sudah menemukan hal yang kusuka dari Kalimantan: energi. IPM Kalimantan memiliki energi yang hebat. Dan aku kembali merasakan energi ini ketika menghadiri perkaderan di Bontang. Teman-teman peserta dan panitia memiliki semangat yang begitu besar.

Aku meyakini hal itu karena cerita yang kudapat di dalam maupun di luar forum. Tidak pernah sekalipun istirahatku sepi karena selalu ada satu-dua hingga banyak orang yang berbagi cerita dan bertukar pendapat denganku.

Meskipun terlihat sederhana, membuka diri itu tidak mudah. Apalagi banyak dari teman-teman yang tidak hanya mengungkapkan pencapaian, tetapi juga kesulitan dan keresahan yang mereka hadapi.

Dalam hati aku bertanya mengapa hal ini bisa terjadi. Mengapa teman-teman dengan sukarela berbagi denganku? Memangnya aku siapa? Apa yang bisa kubagikan kepada teman-teman untuk membalas kesediaan mereka berbagi cerita?

Pertanyaan yang sama kuajukan berkali-kali setiap menerima kebaikan dari teman-teman PW IPM Kaltim.

Sejak kedatangan hingga kepulanganku, teman-teman PW IPM Kaltim senantiasa membanjiriku dengan kebaikan. Mulai dari membantuku membawa koper; mengakomodasi transportasi dan penginapan serta kebutuhan pelatihan yang kuminta; memastikan bahwa aku baik-baik saja, senang, sehat, tidak kelelahan, dan sudah makan; mengajakku pergi ngopi; main ke Pantai Beras Basah; menemaniku selama sisa-sisa hariku di Kaltim dengan mengunjungi Mahakam Riverside Market (Marimar) dan melihat city lights dari Puncak Dabo, belajar sejarah Kutai Kartanegara di Museum Mulawarman, nyore dan main skuter untuk pertama kalinya (!) di Tenggarong; dan masih banyak lagi kebaikan-kebaikan teman-teman Kaltim yang tidak bisa kusebutkan satu per satu di sini.

Mungkin bagi beberapa orang aku terlihat lebay karena merasa begitu bahagia atas perlakuan yang teman-teman Kaltim berikan, tapi aku melihat segala yang dilakukan teman-teman Kaltim sebagai hal yang berharga dan sudah sepatutnya diapresiasi.

Dan lagi-lagi aku bertanya.

Siapa aku sampai pantas menerima kebaikan sebesar ini?

Siapa aku sampai pantas dipercaya seperti ini?

Penalaranku (lagi-lagi) membawaku kepada pertanyaan lain.

Dulu selepas TMU aku sempat bertanya, apa yang menjadikan seorang kader itu paripurna? Apakah dengan selesai mengikuti TMU maka ia lantas menjadi paripurna? Atau adakah hal lain yang perlu ia lalui untuk menjadi paripurna?

Rupanya paripurna itu bukan hanya perihal sudah menyelesaikan TMU atau belum. Bukan tentang berhasil atau tidak masuk ke dalam jajaran elit dan intelektual dalam ikatan. Bukan juga tentang apakah sukses masuk Pimpinan Pusat atau tidak setelahnya.

Menjadi kader yang telah menempuh perkaderan paripurna berarti menjadi sosok yang tidak hanya dirawat oleh ikatan, tetapi juga sosok yang bersedia dengan tulus dan ikhlas merawat ikatan.

Aku bisa menjadi MoT PKMTM 3 Kaltim bukan sekadar karena aku adalah anggota Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah. Aku pantas menerima kebaikan dan kepercayaan teman-teman di sini bukan hanya karena aku ada di tingkat pimpinan yang lebih tinggi. Aku ada di sini karena aku adalah kader yang mengemban amanah untuk mencerahkan ikatanku.

It’s Just The Beginning

Tentu saja perjalananku masih jauh dari kata selesai.

Yang paripurna barulah jenjang perkaderanku. Aku pribadi masih perlu banyak belajar dan memantaskan diri agar bisa disebut sebagai kader paripurna yang sebenar-benarnya.

Terima kasih banyak kepada teman-teman PW IPM Kaltim, panitia, dan juga peserta yang telah membagikan banyak kebaikan, pengalaman dan ilmu penting selama beberapa hari ke belakang. Terima kasih sudah mengajarkan makna menjadi kader paripurna dan pimpinan kepadaku yang masih jauh dari kata pantas untuk menyandang keduanya. Terima kasih sudah memberikanku kesempatan meskipun aku masih banyak kurang.

Tidak ada kata yang cukup untuk mengekspresikan seberapa bahagia dan bersyukurnya aku karena dapat bertemu dan berbagi dengan teman-teman. Aku harap aku bisa merawat teman-teman sebagaimana kalian senantiasa merawatku.

Aku ingin belajar menjadi MoT dan fasilitator yang lebih baik lagi kedepannya. Aku perlu memperkaya pengalaman dan memperbanyak jam terbang supaya bisa menjadi pimpinan tempat teman-teman kader berbagi keresahan dan kebahagiaan. Aku perlu mengolah rasa cemas dan kecewa yang kumiliki terhadap diriku sendiri sebagai energi untuk senantiasa memberikan yang terbaik di masa depan. Setulus-tulusnya, seikhlas-ikhlasnya untuk ikatan pelajar kita.

Semoga kita bisa bertemu di kesempatan berikutnya, sehat selalu ya!

Salam hangat,
Nurma

--

--